24 Mei 2010

Setelah Membaca Acquitanne Progression

Aku sangat rakus belakangan ini. Membaca, membaca, dan membaca. Kebetulan kutemukan kios buku bekas yang menjual novel-novel luar negeri. Bukunya sudah pada menguning, tapi masih layak baca. Maka aku pun sibuk memborong.

Yang terakhir kubaca adalah Acquitanne Progression karya Robert Ludlum yang terbit pada 1984. Ludlum jadi magnit utama buatku, karena ialah pencipta tokoh Jason Bourne yang sudah difilmkan dan diperankan oleh Matt Damon.

Kali ini ia bercerita tentang seorang pengacara, veteran perang Vietnam, yang berusaha menghentikan konspirasi global para jenderal haus kekuasaan. Yang terasa saat membaca buku ini:

Ludlum sangat rajin dalam detail. Membuat segalanya tampak lebih nyata dan masuk akal meski juga membuatku harus sering melompat halaman karena ingin cepat-cepat mengikuti perkembangan cerita. Usai membaca buku ini aku pun sadar bahwa saat membaca halaman novel aku tak suka dengan teks/narasi yang terlalu berpanjang-panjang. Juga tak nyaman dengan oborolan yang terlalu banyak. Paling enak, ya kombinasi yang serba cukup dari keduanya.

Simpulan lain, Ludlum juga sangat paham dunia hukum dan seluk beluk spionase terutama CIA. Tak heran bila, entah aku baca dimana, ia sempat diduga sebagai mantan agen lembaga itu.

Aku juga melihat ia kerap berasik masuk dengan tema nazi modern. Aku pernah membaca beberapa buku dia sebelumnya dan banyak di araranya yang berfokus pada pengembangan tema ini. Menarik, tapi sudah tak lagi terlalu menantang.

Melihat daftar buku karangan dia, aku pun sadar alangkah tekun dan produktifnya dia. Setiap tahun ia paling tidak menerbitkan satu buku. di barat hal itu tampaknya dimungkinkan. penulis buku sudah bisa jadi gantungan hidup di sana sehingga banyak yang memilih jadi penulis full time.(*)

Ingin memenjam

aku hanya ingin
memenjam
agar terhindar
dari mukamu
yang menyerangai
dari segala penjuru
memunculkan nausea
dalam dadaku(*)

16 Mei 2010

Dilema

bayangkan
hidup yang berbeda
sendiri setiap hari
sepi, tapi tak kecewa
tapi seberapa tebal
tali itu
untuk memberangus sepi
yang terus mengembang
beranak pinak
tidakkah akhirnya
akan lebih parah
mati sendirian
dalam kehampaan

tapi ah...
kecewa ini
juga kian tak tertahankan
menusuki malammalam
di pembaringan
membunuhi hasrat
dan senyuman
dan tidakah
akhirnya juga hanya
kesendirian yang hampa
saat segala
tak lagi tertanggungkan

aku bimbang
di persimpangan(*)

Ketinggalan

orang berlari kencang
silih berganti
melewatiku:
si siput yang mamacu diri
dengan keras
tapi tetap seperti
jalan di tempat saja

kekecewaan
bergumul dengan rasa putus asa
anak2 bau kencur
bergantian tersenyum
saat melewatiku

ah, menyakitkan
menyebalkan
dan kian tak tertahankan
sialan...!(*)

beku

hatiku beku
diusap kecewa
datang berulang ulang

angan malah
sudah pergi
lebih jauh lagi
membayangkan tenggelam
di danau es
berusaha bangkit
susah payah
membunuh kemurungan

hidupku lesi
tanpa warna
tiada harap(*)

09 Mei 2010

Akhiri Saja

kalau hidup
kerap berujung kecewa
maka salahkah
bila berhenti berharap

kalau hidup
adalah labirin duka
maka ada baiknya
kita siapkan
banyak air mata

kalau hidup
bukan untuk kita bersama
maka baiklah kita akhiri saja
di sini, saat ini
daripada menumpuk kecewa(*)

Lakon Klise

panggung ini
mengulang pentas itu lagi
lakon kita:
tak bersitatap
tak berkata-kata
sama-sama memeluk luka
lebar menganga

kita serupa bocah
gemas menyobeki
cuil demi cuil
cerita kebersamaan
hingga habis semua
tak tersisa esok

tapi kita
juga terlalu penakut
tak satu berani
melangkah ke pintu
yang akan membawa
ke arah sana:
entah kebebasan, ketenangan, atau penyesalan

kita hanya menjalani
hari ini dalam kental sunyi
begitu dekat tapi jauh
begitu terikat tapi tak menyatu
begitu putus asa
begitu tak berdaya(*)