Wajah cantik itu murung. Termangu-mangu di kursi taman. Berkali-kali terdengar
ia menghela napas panjang.
Ia tengah bimbang. Sebulan lagi hari bersejarah, yang sudah lama ia tunggu,
akan tiba. Ia akan dipersunting Li Si Pisau Maut, pendekar nomor satu di
negeri itu. Itu harusnya jadi hari yang luar biasa.
Ya, harusnya. Masalahnya adalah Liong Si Pencuri Kecil. Ia bertemu dengan
penjahat rendahan itu dua minggu lalu. Dan kini ia sulit mengusir bayangan
lelaki kurang ajar itu dari pikirannya.
Mungkinkah ia benar telah menenungku? batinnya. Sebelum berpisah, Si Liong
mencegatnya di pintu kuil. "Coba rasakan, bila malam-malam kau terus
mengingat aku berarti ilmu tenungku sudah bekerja," katanya sambil
cengengean. Golok naga yang jadi andalannya ia panggul di bahu.
Ia saat itu tak gubris. Memilih terus acuh dan berlalu pulang.
Tapi kini ia muali tersiksa. Malam-malamnya ternyata terus dipenuhi
bayang-bayang sosok si maling kecil itu. Tak sadar ia pun kembali menghela
napas.
Harusnya saat itu aku menurut kata ayah dan ibu agar tidak datang ke Kanglam,
batinnya. Dua minggu lalu, ia memang memaksa agar ayah dan ibunya mengijinkan
dia pergi meliat festival musim semi di Kanglam. Festival itu sudah jadi buah
bibir seluruh negeri dan hingga usia 18 tahun ia belum pernah menyaksikannya.
Dan omongan orang memang tak keliru. Kanglam di musim semi sungguh luar biasa.
Indah tak terperi. Keindahan alam itu dipadu dengan berbagai suguhan atraksi
seni serta pameran kuliner dan berbagai barang kebutuhan membuat Kanglam jadi
pusat tujuan orang-orang dari seluruh negeri.
Ia bahkan hampir tak kebagian tempat menginap. Beruntung ia mendapat sebuah
kamar losmen. Tapi sebenarnya, ia tak bisa dikatakan beruntung. Justru kamar
losmen itulah yang jadi biang masalah. Ia nyaris dicelaki tiga penjahat
pemetik bunga, yang tampaknya sudah terbiasa mencari mengasa di losmen dekil
itu.
Ia saat itu sudah terbius oleh asap dupa yang ditebar tiga penjahat itu. Saat
sadar keadaan sudah hampir terlambat. Badannya lemas dan ilmu silatnya
seperti menguap.
Ia nyaris digerayangi tiga bajingan itu, saat dari jendela tiba-tiba muncul
sesosok pemuda. Ia cengengesan dan berkeplok-keplok seperti senang
menyaksikan aksi mesum ketiga orang di dalam kamar. Saat kesadarannya hampir
hilang, ia pun masih menyaksikan ketiga penjahat itu merangsek menyerbu
pemuda yang duduk seenaknya di jendela.
Ketika tersadar, ia masih terbaring di ranjang itu. Pakainnya berantakan, tapi
masih seluruhnya melekat di tubuh. Yang membuat ia kaget, pemuda itu masih
tampak cengengesan di jendela. Sedangkan tiga penjahat pembius itu sudah tak
kelihatan batang hidungnya.
Begitu tenaganya pulih ia langsung menyerang pemuda itu. Tapi ternyata ia
memiliki kepandaian, bisa mengimbangi ilmu silatnya. Padahal ia selama ini
selalu membanggakan diri sebagai pendekar wanita muda yang berilmu tinggi.
Ya, ia adalah putri tunggal sepasang pedang dari utara.
Tapi, pemuda itu dengan mudah bisa mengimbangi jurus-jurusnya. Bahkan ia
berkelahi sambil cengengesan dan sama sekali tak tampak serius. Padahal,
bekalangan, ia mengetahui lelaki dekil itu hanyalah begundal kecil dari Yong
San. Ia adalah Liong Seng Ih, Si Pencuri Kecil, murid dari Raja Pencuri.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar