dede menjerit jerit
menjawil-jawil sang gundah
lalu mengajaknya masuk
ke dalam hati
: kenapa kamu de?
lagakmu sungguh susah dimengerti
tadi manis
sekarang membuat ayah meringis
begitu cepat berubah
begitu gampang berganti
kenapa kamu, De?
23 Agustus 2009
17 Agustus 2009
Renungan 37 Tahun
kaki terus melangkah
satu demi satu saja
tapi waktu
begitu cepat mengiringnya
sudah sejauh 37 tahun kini
uban pun sudah muncul satusatu
tapi sudah dimanakah?
mendadak kabut memenuhi kepala
mengilangkan gambar peta
dan arah mata angin
sungguh, aku tak tahu dimana
yang jelas
kerap mencuat sesal
gerah dan kecewa
sepertinya titik ini
tak pernah ada dalam anganangan dulu
tapi, setelah 37 tahun
anganangan seperti itu bahkan
tak lagi kerap muncul
kutekan keras hingga tandas
kutakut angan itu
dianggap undangan
buat tangantangan kekecewaan
setelah 37 tahun
serasa sudah diakhir
yang menyesakkan(*)
satu demi satu saja
tapi waktu
begitu cepat mengiringnya
sudah sejauh 37 tahun kini
uban pun sudah muncul satusatu
tapi sudah dimanakah?
mendadak kabut memenuhi kepala
mengilangkan gambar peta
dan arah mata angin
sungguh, aku tak tahu dimana
yang jelas
kerap mencuat sesal
gerah dan kecewa
sepertinya titik ini
tak pernah ada dalam anganangan dulu
tapi, setelah 37 tahun
anganangan seperti itu bahkan
tak lagi kerap muncul
kutekan keras hingga tandas
kutakut angan itu
dianggap undangan
buat tangantangan kekecewaan
setelah 37 tahun
serasa sudah diakhir
yang menyesakkan(*)
Merdeka
pekik menggelora
hymne gegap gempita
serta kibar merahputih
hanya kulihat lamatlamat
di layar kaca
sambil tiduran di ruang tengah
oh, ku bisa terus
melakukannya dengan leluasa
karena kini serba merdeka
jadi mari pekik bersama: merdeka!!!!(*)
hymne gegap gempita
serta kibar merahputih
hanya kulihat lamatlamat
di layar kaca
sambil tiduran di ruang tengah
oh, ku bisa terus
melakukannya dengan leluasa
karena kini serba merdeka
jadi mari pekik bersama: merdeka!!!!(*)
14 Agustus 2009
Dihantui Bayang
bayangbayang
tak terusik
terus melekat erat
mengikuti kemana ku melangkah
berganti ganti setiap kali
terpicu apa lantas beda
bayangbayang jadi pelarian
karena indah, karena tiada tekanan
sedang hidup ini
begitu terbatas dan banyak masalah
bayangbayang
membayang
menandai hidup yang kian
tak sempurna
dan kecewa(*)
tak terusik
terus melekat erat
mengikuti kemana ku melangkah
berganti ganti setiap kali
terpicu apa lantas beda
bayangbayang jadi pelarian
karena indah, karena tiada tekanan
sedang hidup ini
begitu terbatas dan banyak masalah
bayangbayang
membayang
menandai hidup yang kian
tak sempurna
dan kecewa(*)
Sajak Segelas Kopi
segelas kopi yang tandas
tersisa ampas dan jantung yang dipalu debar
nanar di depan layar
hurup hurup berkeliaran
menyusun katakata
yang berbaris
berebutan masuki kepala
menjadi kisah kisah
berloncatan tak karuan
kuteringat kau
mengapa ada harap
yang langsung terampas
dan kata itu yang tak juga lepas
: janganjangan kita telah salah memilih?
kuteringat juga mereka
dua mungil penuh ceria dan nakal
: akan jadi apa mereka
bila kita harus berakhir?
gelas kopi tandas di pojok meja
cawan hati tanpa rasa di pojok dada
di luar sore berlarian dikejar malam
suaranya berderap
menularkan resah dan sepi
aduh....(*)
tersisa ampas dan jantung yang dipalu debar
nanar di depan layar
hurup hurup berkeliaran
menyusun katakata
yang berbaris
berebutan masuki kepala
menjadi kisah kisah
berloncatan tak karuan
kuteringat kau
mengapa ada harap
yang langsung terampas
dan kata itu yang tak juga lepas
: janganjangan kita telah salah memilih?
kuteringat juga mereka
dua mungil penuh ceria dan nakal
: akan jadi apa mereka
bila kita harus berakhir?
gelas kopi tandas di pojok meja
cawan hati tanpa rasa di pojok dada
di luar sore berlarian dikejar malam
suaranya berderap
menularkan resah dan sepi
aduh....(*)
Langganan:
Komentar (Atom)