31 Mei 2009

Rindu yang Ragu

kerinduan yang tak henti memanggil-manggil
mengajak pikiran menapaki setiap senti
pematang, tegalan, dan huma yang gersang
tempat dulu diri bertumbuh

tapi ada ragu yang mengunci hasrat
ketakutan akan derita tak tertanggungkan
yang kini mengungkung ringkih tubuhmu
apakah akan kuat aku melihatnya?
apakah akan cukup tegar aku meinggalkannya lagi nanti?

kerinduan, keraguan, ketakutan
terus bertarung
di sela kemacetan
riuh mall
dan kehidupan yang kian menggencet

hari itu pun kian dekat
tanpa sekerlip isyarat
mana yang kan jadi pemenang(*)

Hari yang Klise

akan kusebut hari ini: klise
berisi cemberut, rengekan, dan tangisan
sudah sangat akrab dan bisa kuduga
tapi akibatnya
tetap sama: pudar semangat
ah, kau itu...
mungkin harus kuhadiahi cermian raksasa
biar leluasa berkaca dan melihat sekeliling
ada yang lebih diguris sepi: tak menangis
ada yang lebih ditekan beban: tetap tertawa
ada yang lebih ditusuki duri: tetap teguh hati
terus kucari pangkal sebabnya
dalam kebunmu kulihat batang-batang yang tumbuh
lebih baik dan memberi sinar sejuk
dalam aliran sungaimu kulihat
contoh sempurna dari seorang yang bersahaja
apakah urutan yang telah membuatmu begitu:
karena terlahir terakhir lantas jadi berbeda?
aku tak habis bertanya, tak juga bersua jawab
dan esok mungkin aku akan kembali menggeleng dan berucap: ah, klise(*)

17 Mei 2009

Calon Orang Kedua

: Buat Pak Boed

kau tenang di mimbar itu
tak menggebu tapi memukau
kupikir kau terlihat cerdas malam itu
membalas semua ragu dengan kata tuntas

itu pertama kusaksikanmu dengan seksama
sebelumnya hanya kata dan kabar
penuh sanjung puji: bahwa kau begini kau begitu
tapi bagiku kau hanyalah seorang politisi yang lain
yang apalah bedanya dibanding birokrat-birokrat busuk itu

tapi kini kau membetotku karena kau hendak jadi
nomor dua di negeri ini
membuatku penasaran tentangmu
dan kemudian kusua hal-hal indah
"ia seorang sederhana.
menko yang mau menyetir mobil tua
saat mengajar ke kampus."
kau ramah dan renah hati
kau bermutu di muka kelas
kau ...jauh sekali dari tudingan tudingan busuk itu
kau ...ah,
semoga berhasil mengubah
murungku tentang negeri ini
menjadi optimistme(*)

(*)

13 Mei 2009

Manusia Salju

patung salju berhati es
langkahnya menyebarkan beku
tapi ia adalah pemimpi sejati
berharap dianggap hangat
dan disambut sebagai hangat cahaya mentari(*)

Sendu Hampir Pilu

rasa itu terus datang dan pergi
sendu yang hampir pilu
sempat kupikir aku telah selamat
sukses mengantarnya pergi
hingga pintu pagar
tapi sore tadi ia kembali
mengetuk-ngetuk jendela hati
ah, jalan ini terasa kian menyiksa
penuh kerikil melukai kaki
penuh onak menusuki hati
kau mungkin salahkanku
karna telah menjelma es
mengembun menjadi awan
yang menghalangi hangat mentari
tapi, aku hanyalah si lemah
tanpa daya mengusir kecewa
yang terus datang tanpa alasan jelas
hari ini karena hal sepele
esok entah karena apa lagi
padahal rasa itu jadi pisau
mencukil-cukil rapuh tiang
penyangga mahligai kita(*)

11 Mei 2009

Lakon Politikus

: kepada Soetrisno Bachir

aha
kuucap seperti 'eureka'
seorang kecewa telah menemukan bukti
itulah dirimu yang kalah
"politikus itu harus berjiwa
preman dan bengis"
ujarmu selesu semangatmu
untuk tetap meniti tangga kekuasaan

tiba-tiba aku ingat kepalmu
di layar kaca belum lama ini
"hidup adalah perjuangan"
aha, kini kau menabrak dinding
dan pahitnya kenyataan
"Politikus itu harus bisa ambil putusan
tanpa peduli perasaan orang lain
agar tujuannya tercapai"

dan kini perasaanmu yang terluka
bukan karena dicubit-cubit nurani, jangan-jangan
tapi karena kau tersisih
dalam lomba menuju ke puncak tapuk kuasa
aha...(*)

05 Mei 2009

Kepada Angin, Kepada Rumput

: Rinrin Migristine (29 tahun)

pertanda itu mungkin sudah tiba
jauh sebelum elmaut menjemputmu

kau bisa saja bayangkan kematian
saat kau torehkan 'Angin dan Bunga Rumput'
dan kematin tak membuatmu takut
"Kenapa harus bersedih?
Apakah menurutmu mati itu kabar buruk?"
jelas kau yakin itu bukanlah akhir
"Percayalah padaku.
Kematianmu adalah awal bagi kehidupan yang lain."

kisahmu itu kemudian terbaca orang
pada Ahad pagi
di hari yang sama kau mangkat
bersama ginjal yang tak berfungsi(*)

Negeri Lupa

kami hidup di negeri ajaib
langit berpayung awan
setiap saat siap hujan

hujan itu begitu deras
membasuh tiap pikiran
hingga tak tersisa ingatan

kami hidup tanpa masa lalu
dengan sentosa mengubur
rekam jejak segala
seorang penculik bahkan
leluasa bermimpi jadi petinggi
kami melihat dan mengelu-elunya

tiap hari di sini adalah baru
kami pun terus mengulang-ulang
kesalahan yang lalu(*)

Pertanyaan Untuk Kita

pernahkah ada cinta?
tanya itu menyapa
saat aku di pelana motor
diayun ambing jalanan berlubang

ah, jalanan tak terawat ini
tidakkah mirip mahligai kita?
berlobang di sana-sini
kurang urus, kurang jaga

aku pastilah sumbernya
cenderung menggampangkan segala
karena sudah terikat
tak lagi trasa perlu melakukan
ritual-ritual cinta
kupikir perhatian kini hanya buat
buah hati saja

nyatanya kamu tersiksa
merasa sesat tak tentu arah
kerap nanap menatap
bertanya-tanya: masihkah ada cinta?

hubungan kita tak lagi sederhana
mundur jelas bukan pilihan meskipun terasa sangat masuk akal
karena, bukankah ada dua mahluk kecil yang
harus jadi perhatian?
bersama juga terasa tak nyaman
bila hanya begini dan begitu saja

hari ini kita mengayun langkah besama
dalam gamang, dan agak hilang arah
kita menunggu: berharap ada cahaya ilham
menerpa dan menyuburkan kembali
pohon cinta yang meranggas(*)

04 Mei 2009

Buat AA

kau tak membuatku terkejut
coreng mukamu bahkan sudah kukira
bukankah cela seperti itu
milik semua birokrat

kau pernah lama di sana
memimpin para maling berbaju pahlawan
yang membuatku terkejut justru sikapmu
kau tampak tenang penuh percaya diri
menghadapi dan mengelakkan semua tudingan

ah, barangkali kau sudah terlatih
saat meniti karier setindak demi setindak dulu
kebohongan bukankah menu sehari-harimu?

corengmu tak membuatku takjub
justru sepak terjangmu sebelumnya
yang membelalakanku
kau, yang pernah lama di comberan,
pernah garang mencuci semua koruptor
bahkan dari tempatmu dulu berpijak
: ah, kau seperti malaikat paling bersih

kini semua lawanmu bersorak girang

sedang aku hanya asik melihat
sebuah lakon lagi
di panggung penuh cerita basi(*)

Seadainya Kau Asing

bila bertemumu di jalanan
atau di warung saat menunggu pesanan
akankah beda?

mungkin aku akan mencuri-curi pandang
seperti saat bersua tiap anggun berjilbab
lalu apa yang akan kurasa?
akankah hadir letik-letik pesona?

ah, sungguh angan-angan bodoh
nyatanya kau sudah ada di sisiku
setia menemani
menggarami hariku dengan
senang, riang, dan jengkel

mungkin aku kurang menghagai mu, kini
semata karena aku lelaki, seperti dikata para bijak,
selalu abai dengan barang yang sudah tergenggam(*)

03 Mei 2009

Mahligai Kita

berapa langkah lagi
kesunyian akan menemani

kita berpapasan
dingin menghembis pori-pori
kita berpandangan
bara kekecewaan berlatikan

inikah mahligai impian?

saat ini kita mestinya duduk bersisian
di teras menatap tetes hujan
atau jerit riang dua bidadari
berloncatan-berlarian di sempitnya gang
sambil berbincang
rencana-rencana memoles mahligai
keemasan

tapi, lihatlah pohon di taman kita
dikerdilkan amarah dan kecewa
juga ketidakpuasan yang tak berujung

lalu, kemana kita nantinya?
mengapa pula kucium aroma cemas
dari ujung jalan
dan kudengar sayup
tangis kasihan bidadari kecil kita(*)