Karya Nurdin Saleh
Jumat, 2 Oktober 2009 | 20:50 WIB
Setelah Lama di Jakarta
KULIHAT bocah lusuh melolong
dalam deras hujan di depan mall
lelaki berpayung di sampingnya
berusaha menarik-narik tangannya
sempat kuhentikan langkahku
cetus itu pun mengusik hati:
mungkinkah ini penculikan
untuk dijadikan anak jalanan?
kusua pria setengah baya
menyapa dengan manis budi
sangat akrab serasa sahabat lama
aku membalasnya dengan ragu
syak itu menyelip mengganggu
mungkinkah ia pura-pura baik
karena ada maunya?
dalam penantian mengesalkan
di hadapan birokrasi
silih berganti tamu elegan bertas besar
datangi kepala bagian
curiga pun menyapa:
jangan-jangan tas itu penuh
amplop sogokan untuk melicinkan proyek?
seorang tetangga mendadak sentosa
membangun rumah seperti tak peduli biaya
aku pun menjawil istri:
paling ia korupsi
mana mungkin seorang pegawai negeri mampu begitu?
setelah bertahun di kota ini
hari berganti, wasangka justru menjadi-jadi(*)
Pamulang, April 2009
Pemetik Abadi
PERGI lagi ke firdaus itu
memetik bunga-bunga kata
seindah melati, mawar, dan rupa-rupa
kucecap kuhirup pesona senandung pujangga
lalu kupulang menggenggam tekad seluas angkasa
kukan tumbuhkan bunga-bunga serupa
di taman sendiri
tapi ah, apalah dayaku: tak ada benih, tiada rabuk
harapan pun menjelma hampa
dan aku hanya akan terus kembali
ke taman itu: menjadi penikmat, pemetik abadi(*)
Pamulang, Mei 2009
Memaknai Hari
BAGAIMANA harus memaknainya
gundah dan bahgia bergulat
begitu mesra
tak henti berebut ruang hati
yang tak lagi lapang
jarum jam seperti diputar balik
adegan diulang-ulang
kembali ke titik-titik itu jua
hari ini tak beda kemarin:
dapur, ruang tengah, mall
dan setumpuk resah dan gundah
waktu tampaknya hanya berhasil memeta
pada sosok buah hati kita
kian hari kian beranjak
serupa insan dewasa:
membesarkan ego, haus sanjung puja
tapi derap waktu
tlah gagal mengubahmu
kau masih jinak-jinak merpati
seperti tunduk patuh sepenuh hati
tapi lantas mengulang-ulang
hal kecil itu
yang lanas membunuh sisa hariku
bagaimana memaknai hari ini
saat harap berujung kecewa
lalu kejutan kecil
kembali kobarkan asa(*)
Pamulang, April 2009
Cinta Yang Kucurahkan
: rpa dan lda
SATU waktu aku pasti merindumu
ketika angin rintih
menyapa senja di balkon sunyi
bibirku mungkin terus lapalkan asmamu
batinku tak henti melukis bayang indahmu
pasti kuingat semua
saat-saat kebersaam kita
hari ini dan kemarin:
tawa yang ceria
isak yang duka
manja yang luar biasa
saat itu aku mungkin sudah di ambang pintu
bermandi uban dipayungi
matahari kekuningan nyaris keperaduan
aku sendiri, tapi tak kesepian
selalu ada engkau
yang kubayang-bayangkan
kuduga-duga polah lagakmu
sudah pasti aku merindumu
juga akan kehilanganmu
tapi pasti kulepas kau
dengan lega dan rela
menjadi burung yang mencari bebas
atau air yang menyusuri takdir
karna kuyakin sekali
hari ini dan kemarin
karena telah kucurahkan cintaku
yang paling sempurna(*)
Pamulang, Mei 2009
(Nurdin Saleh, Jurnalis, kini tinggal di Pamulang. Masih membaca novel dengan penuh hasrat, tapi kian kesulitan merampungkan tiap cerita pendek yang dibacanya. Di sela kesibukan yang kian menekan makin yakin ba
Tidak ada komentar:
Posting Komentar