29 April 2009

Buat AO (2)

kau di sana
sudahkah bersua bahagia?

pasti harimu habis selalu
direbut hitungan rugi-laba
dan rencana belanja persediaan tokomu
adakah kau rindu masa lalu
saat bergulat mengejar waktu
menuliskan segala keindahan dan drama
lapangan hijau

kau di sana
sudahkah mampu genggam yakinmu?

hari-harimu akan sepi
dari gelegak hasrat
menorehkan indah
atau kau malah nikmat
terasing di kesunyian kota kecil?(*)

Buat AO

ia pergi
tanpa ragu tanpa takut
tinggalkan keasyikan yang membuai
untuk sebuah ladang baru

ia pun akan di sana
bersunyi dari ingar bingar segala
terduduk disibukan hitungan rugi laba
dan daftar berlanja
hari ini pasir habis
besok batu bata sudah tak ada

ah, ia memilih pergi
tanpa ragu tanpa takut
untuk berenang di lahan baru
sambil menggendong sang buah hati
di sini kami akan kehilangan
kerja keras dan kejeliannya(*)

28 April 2009

Tulisan untuk dilupa

ada hari kosong
ada hari buruk
ada hari-hari panen buah
itulah hidup penulis

yang terpenting berani
terus menggores
lalu melupakannya
suatu hari si buruk itu
mungkin akan menelurkan
mutiara hikmah dan inspirasi

jadi: menulislah terus
setidaknya sehari satu(*)

27 April 2009

Ada Pembunuh di Sekitar Kita

pembunuh di sekitar kita
ia berwajah cerah
senyum senantiasa
bicara cerdas
seperti sungguh seorang pembela

tapi banyak yang tak lupa
ia pernah menjadi durjana
memetik mawar-mawar yang baru putik
menghilangkannya
atau memulangkannya dengan luka tak terkira
tapi ia merasa bebas
karena tak ada palu diketuk buatnya

ada pembunuh di sekitar kita
ia kini ingin menjadi orang terpilih
pengayom segenap bangsa
apakah kita akan diam saja?(*)

The Forgotten

kisah-kisah itu mungkin hanya dalam angan
atau mimpi
atau bentuk kegilaan
tapi ah.. apa bedanya
selama bisa memperkaya batin
meneguhkan keyakinan

kau mengalami yang tak terperani
kemarin memiliki buah hati
hari ini tidak lagi
dan semua orang membantahmu
bersaksi bahwa kau tak pernah punya putra
menyebutmu wanita sakit jiwa
apa yang lebih mengiris dari kehilangan seperti itu?

tapi kau memilih teguh
berlari menyusuri pecahan
beling dan ancaman yang meraksasa
tapi kau tetap kukuh
berlari mengejar sayup bayang sang putra

akhirnya kau pun menang
kasih ibu tak kan pernah bisa dipangkas
tetap hadir, mengetuk-ngetuk setiap pintu lupa(*)

26 April 2009

Mengenangmu

Buat: rpa dan lda

suatu ketika aku pasti merindumu
mungkin ketika angin rintih
pada senja sunyi di balkon berangin
kukan terus lapalkan asmamu
dan batinku akan senantiasa
melukiskan indahmu
pasti kuingat semua
saat-saat ini dan kemarin
tawa yang ceria
isak yang duka
manja yang meluruhkan

saat itu aku mungkin sudah di ambang pintu
dipayungi matahari kekuningan nyaris keperaduan
aku sendiri tapi tak kesepian
cukup kubayang-bayangkan engkau nun disana
ku bahkan bisa menduga-duga
apa yang kau lakukan yang kau pikirkan
aku pun bisa mendengar lagi
bisik-bisik lirihmu
dari kemarin dan hari ini

saat itu aku pasti merindumu
aku juga kehilangan
tapi pasti kulepas engkau
dengan lega dan ihlas
menjadi burung terbang
atau air yang mengalir
mencari takdirmu
karena kutahu pasti
hari ini dan kemarin
telah kucurahkan cintaku
yang paling sempurna(*)

Ujung yang Awal

: mia bustam

hampir asar
matahari menghilang
tenggelam lebih cepat
dunia gelap
tanpa percik cahaya terangi
ayunan kaki

akhir? inikah akhir?
ah, pasti tidak

lihatlah kaki terus melangkah
teguh dan kukuh
perlahan singkirkan risau
secabik demi secabik

perpisahan jadi ujung
tapi juga awal baru

dulu hanya bayangan
membunuhi hasrat pribadi
demi pengabdian dan keharmonisan
kini melangkah bebas mencari cahaya
menjadi diri sendiri

sepi dan pilu itu
masih kerap melambai-lambai
menjadi bumbu
temani hari hari
lebih berwarna-warni(*)

Joging di Vila Dago

pagi cerah, jalanan lebar
keringat bercucuran
mata mata jelalatan
di pinggiran kaki lima berderetan

ini pagi yang ramai
boulevard disesaki orang-orang
orang-orang mencari kesehatan
orang-orang mencari hiburan
orang-orang mencari makanan
orang-orang mencari hubungan

vila dago setiap pagi di akhir minggu
oase di tengah centang perenang hidup
di pinggiran ibu kota(*)

Lelaki Pendiam

seorang lelaki mencerca ombak
yang mederu-deru sepanjang waktu
karna ia menyukai kesunyian

ia juga mencabuti pepohonan
menggantinya dengan benih-benih hening

ia berjalan dalam senyap
duduk dan tidur dalam diam

tapi jauh di dasar hati
ia tetap berharap
akan tetap disapa dengan hangat

ia mulai khawatir
akan mati kesepian
karena kini semua mulai mendiamkannya(*)

21 April 2009

Aku dan Kau Setelah Lima Kelokan

akulah sais yang ingkar
dulu janjikanmu taman sentosa
kini membawamu tak kemana-mana

tapi waktulah yang berdosa
merebut hari-hariku
menimbuninya dengan pikul-pikul kesibukan
hari-harimu lantas silih berganti dalam sepi
hingga kau menjelma duka: dalam tak berdasar

aku pun berusaha menjadi kipas
coba menghembus-tiupkan angin keteguhan
ke dalam kelam murungmu
tapi tak ada ruang tersisa di hatimu
habis direbut derita dan banjir air mata

ahirnya aku menjadi pendosa
yang meratap tak puas-puas
aku juga menjadi pendoa
tak henti meminta-minta:
kembalikan keindahan cinta
yang menghilang
dalam lima kelok tikungan(*)

Derita Hujan

hari yang dilanun murung
daun-daun ditangisi hujan
angin menghempas-hempas jendela
tapi rasa itu tak terusik
tak jua mau beranjak
dalam labirin hati
aku, kau, dan waktu yang tak bersahabat
sembunyikan semua kasih
dan kenangan itu
hingga kita menjadi asing
semeja tanpa bisa saling tatap mata
hujan mungkin masih akan turun
esok: entah kita masih kuat menanggungnya(*)

Kudu Nulis Buku

sigana geus kudu berobah hirup teh. kudu boga rencana, tong ukur ngadagoan naon bae anu tumiba.

unggal poe terus nulis, tapi taya karya nu bisa dibanggakeun. ukur carita-carita anu isukna geus jadi bungkus di pasar. koran memang pondok umur. sigana kuring kudu mimiti nganiatan nulis buka. teuing soal naon, nu penting kudu nulis buku.

nya lantara buku urang bakal leuwih dikenal. atawa sahenteuna urang boga hiji pasal keur diagulkeun ka anak incu. buku ngalantarankeun urang lewih abadi. karna buku, pikiran urang terus dibaca jeung dibaca deui.(*)

Melangkah Dengan Kompas

semua orang seperti memegang lilin
pembimbing langkah menembus kabut kehidupan
langakah-langkah pun lebih terarah: bertujuan

aku justru melangkah dalam buta
meraba-raba
pasrah menanti apa yang kan tiba

lilin itu karya
kompas sekaligus prasasti hidup
yang membuat segala momen bisa dikenang
yang membuat hidup lebih abadi(*)

20 April 2009

Dina Kikisik (unfinished)

letah ombak noelan suku
angin, bulan sapasi
silihgenti ngagero-gero katineung
metot tangtungan anjeun tina ingetan

urang kungsi pagegeye
tapak-tapak lengkah dipupus lambak
tukangeun batu
asmara urang bahe
guyang madu luhureun kikisik bodas

Buat Aan

ia terus menggores indah
satu langkah
ia jadikan tiga nyanyian
: pelan, ngelangut, menikam

tentang kecemuk di dada
tentang hubungan
tentang cinta
dan kekuatan yang ditimbulkannya

ah, ialah lelaki berlidah kasturi
ucapannya semerbak wewangian
kalamnya bertinta manikam
segores, berlapis lapis keindahan

mungkinkah hidupnya
seindah puisinya?(*)

Ia Yang Pernah Jadi Korban

ialah korban itu
pernah diangkut tim dengan
nama setangkai kembang
disiksa tak putus-putus
untuk diberangus

tapi ia bertahan
dan terus berdiri hingga kini
ia tak henti didatangi ibu-ibu
yang anaknya tak seberuntung dirinya

hanya sedekade
kejadian itu kian lamat-lamat
ia pun mengundang kerut
kening banyak orang
ia merapat ke pangkuan lalaki
dulu memimpin tim dengan
nama setangkai kembang

ada apa?
"aku telah disiksa,
ini saatnya meminta balas jasa
sepercik manis
secawan nikmat"

ah, luas nian hatimu
melarutkan nyeri dan dendam itu
hingga tak tuntas tersisa
atau kau hanya wajah yang lain lagi
tak tahan goda rayu kilau dunia?(*)

Ingin Jadi Penyair

pergi lagi ke taman itu
memetik bunga bunga
melati, mawar, dan rupa-rupa
kucecap kehirup harum segar keindahan
lalu pulang dengan harapan selebar langit
ingin menumbuhkan bunga-bunga serupa
di taman sendiri
apa daya: tak ada benih, tiada rabuk
harapan pun menjelma hampa
lalu aku hanya akan terus kembali
ke taman itu
menjadi penikmat, pemetik
abadi(*)

19 April 2009

hirup hamham

asa heubeul ngeukeupan impian
nepika ham-ham mondok moek
: naha urang teh ditakdirkeun
katideresa salawasna?

guling gasahan
basa peuting ngadeukeutan ahir
isukan, tanwande sarua bae
: iraha urang bisa tinekanan?

teu sosoranganan
nu sanasib ngampar sapanjang jalan
sapanjang sisi walungan
sadedet gang gang bau cikolomberan
hate-hate nu hengker
dilelepkeun nasib
beungeut beungeut sepa
sinarna dirobeda kanalangsa(*)

Balitungan

: keur wakil rahayat

pesen keur anjeun:
tong loba seuri
siap-siap ngabangingik

ilikan, buuk geus renung huis
sarangenge mimiti lingsir
nembrakkeun panah panah
katugenah
dosa nu kungsi dikurebkeun
di unggal pengkolan
silih genti narembongan
menta balitungan
anjeun bakal kasedek ka biwir jungrang
taya jalan nyamuni
lengkah kenca-katuhu antukna sarua bae
nganteurkeun anjeun kalebuh
longsor kahirupan(*)

Bagaimana, Sayang?

bagaimana harus memaknai hari
saat gundah dan bahgia bergulat
begitu mesra
tak henti berebut ruang hatiku
yang tak lagi lapang

jarum jam seperti diputar lagi
adegan diulang-ulang
dari titik ke titik itu jua
apa beda hari ini dari kemarin
dapur, ruang tengah, mall
lalu kelelahan

mungkin waktu hanya berhasil memeta
pada sosok anak-anak kita
kian hari kian berbeda
makin serupa manusia dewasa:
membesarkan ego
haus sanjung puji

tapi waktu telah gagal
mengubahmu
kau masih merpati
mendekat menjauh, dengan manis
lalu mengulang-ulang
hal kecil itu
yang selalu membunuh sisa hariku

bagaimana mendefinisikan hari
bila harap terus berujung kecewa
tapi kejutan juga mengobarkan harapan baru
bagaimana, sayang?(*)

17 April 2009

Kita Berlomba

kita ingin melepas dahaga
lalu berlomba
melubangi kapal

kita ingin sentosa
lalu berlomba
mengunduli hutan

kita ingin bahagia
lalu berlomba
menjadi nabi

kita ingin sejahtera
lalu berlomba
menjadi politis(*)

Lelaki Berpengeras Suara

ia yang bersuara lantang
terus mengusik: pagi, siang, dan malam
di tenggorokannya seperti ada
pengerus suara
yang memaksa terus berteriak
merebut kesunyian sekelilingnya

pintar, tapi tidak juga
seperti penting, tapi apa iya

mungkin ia kehilangan timbangan
hingga tak bisa mengukur diri
yang penting untuknya:
hatinya senang
pihkanya menang

semua menyapa, semua memandang
entah karena hormat atau enggan(*)

Ia, Penyair Yang Membuat Front

: buat ss

ia macan yang garang
sekali terusik aumannya membahana
tak putus-putus

sangat pendendam ia
aneh bahwa penyair jadi pilihannya
bukankah jalan itu mengutamakan kehalusan hati?

ia memilih meminggir
atau dipinggirkan keadaan, entahlah
lalu menatap semua yang di pusat
sebagai musuh: harus diusik, harus dicabik
baginya hanya ada dua kubu
dirinya dan mereka
yang memilih menyebrang
siap dirajam katanya yang bercabe

ada yang keder
lalu memilih lari
tapi banyak yang tertawa
sambil geleng kepala: heran atau lucu oleh tingkahnya

ah, ia kau sungguh seniman yang berbeda(*)

15 April 2009

Kaka Menangis Menjerit

hari ini si kaka nangis. luar biasa tangisnya; menjerir-jerit, mengguling-guling di kasur. masalahnya sepele aku menghentikan aktivitas dia yang sudah kelamaan menyimak tayangan lagu2 di dvd.

o..o..o, aku pun takjub. 2,5 tahun dan ulahnya sudah seperti itu. akan jadi apa dia nantinya? ah, segera saja kekhawatiran itu kesingkirkan.

yang pasti aku sempat hampir leleh dan menyerah atas keinginan kerasnya. tak tega benar melihat tangisan seperti itu. tapi kupukir bila itu kulakukan, maka ia akan terus mengulang dan mengulang. akhirnya kukeraskan hati. ia nangis, ku tinggal mandi. kubiarkan neneknya yang menangani.

pelajaran hari ini, semoga kamu mengerti ka: tak semua keinginan kita bisa kessampaian. kedisiplinan kunci mencapai kesuksesan.(*)

Sang Pencuri

: HA

mari kukisahkan
seorang lelaki muda di ujung negeri
gemar mencuri
tapi malah dipuji

hasan, hasan
begitu orang mengelunya
kemudaannya memedarkan kedalaman

hasan, hasan
ia mencuri ide dari mana mana
lalu membawanya pulang
yang punya tak merasa kehilangan
ia gores poles curian itu
menjadi senandung:
lebih indah
lebih menyentuh

hasan, hasan (*)

Tidur

tidurmu taman mimpi: indah, sentosa
tak sadar diam-diam
Kemarin bersijingkat pergi
tinggalkan bayang-bayang
yang kian mengabur dalam benakmu
saat Esok mengusir mimpi
tidurmu abadi
saat Kemarin pergi
dan esok tua jua datang(*)

Taman Penyair

Meski sama memuja kata
taman ini memiliki
sosok yang rupa-rupa
bahkan tak ada dua yang serupa

ada yang seperti nabi
menorehkan dengan misi suci
hidup pun harus lurus
bahkan ia ciptakan
sederet janji untuk ditepati

ada yang berkarya dengan gemilang
tapi hatinya penuh api
ia membentuk kubu:
dirinya dan segala yang di pihak lain
tak segan ia mencaci
tak sungkan membenci
sekali menyebrang, musuh selamanya

ada juga yang menjadi mata air
karya mengalir tiada henti
sejam sekali, semenit sekali
hanya anaknya lantas merana
tak terurus tak ada yang baca

juga ada yang nemilih kedalaman
setiap kata adalah perenungan
seminggu satu karya sudah bagus untuknya

ada yang pandai mencuri
menyerap ide dengan ksatria
lalu menggores karya membelalakan mata

di sebrang laut seorang muda taruna
memiliki bekal lengkap
semangat tak pernah sirna
ratusan sudah ditorehkan
orang kian mengangkat topi

di pojokan sini
ada aku, mungkin dengan beberapa lain
menggores asa-asalan
benak terus disesaki keraguan:
sudahkah ini puisi?(*)

14 April 2009

Sajak Pelacur

akulah hamparan gersang tak berkesudahan
selalu tandus, mimpikan embun
oaseku mejelmu madu
persinggahan siapa saja

para lebah pengelana berbaris
setiap hari: bergantin menunggu giliran
mereka reguki inci demi inci tubuh ini
mereka sesapi halai demi helai kemudaan ini

semua leluasa
datang dengan serangai nafsu
lalu pergi dengan wajah kuyup

akulah padang gurun itu
kian hari, kian kehilangan semak harapan(*)

Dari film: Silk

perasaan yang bergejolak
dalam belaian tangannya yang halus dan ahli geisha itu
membawamu pikiranmu berkelana:
menunggang kuda melewati bebukitan bersalju
terombang-ambing disamudra lepas

asmara terlarang di sunyi pegunungan jepang
memelukmu bagai hantu
tak lepas-lepas,
bahkan saat kau kembali ke pelukan istri terkasih
matamu tak juga kuasa mengusir
bayang-bayang merangsang:
bidadari bermata bening
telanjang, hanya kepala di muka air

telur-telur sutra berharga selaksa
membawamu menyebrangi samudra luas dan mengancam
menuntunmu ke haribaan cintanya
cinta yang sunyi, tapi menggelora

tapi kau lantas melihat akhir pedih:
istri sekarat dan berlalu
bayang2 jauh itu tak lebih halusinasi
yang memainkan pikiran dan kerinduanmu

dan di taman itu, yang kau bangun bersama istrimu
kau termangu murung
keindahan yang dulu niscaya
tak tersisa barang secercah(*)

10 April 2009

GM Suatu Hari

angin meniu niup kian kencang
dari barat, timur, dan segala arah
ada yang keras, ada yang pedas
dan kau pun takjub
"bukankah yang terbaik sudah digoreskan,
dengan niat baik yang kental"

dunia pada akhirnya memang sebuah
keliaran yang tak mungkin ditaklukkan
manusia berharap, kenyataan kerap menikam
kau pun tahu itu, barangkali
hingga kau pilih menutup telinga
dan terus melangkah
menyusuri puncak berpemandangan lapang

tapi pada sosokmu
aku belajar, hari ini
bahwa tiada yang sempurna
tiada dewa menjelma manusia
di dunia ini(*)

08 April 2009

Fragmen: Cinta Melihat Hakikat

cinta akhirnya membuatmu jadi pemenang. melumerkan kekesalan dan rasa jengkel yang dulu pernah mebuncah. kau merasa serba ada. di dirimu ada segala kemampuan untuk menjadi paripurna: kecakapan, kemauan dan kecepatan belajar, ketelatenan. bukankah itu rumus menunju sukses?

tapi kau sempat kecewa, karena cinta. kau lihat sahabatmu yang mengesalkan: malas, tak berkemampuan, miskin. tapi ia akhirnya yang terpilih. oleh ia yang jadi rebutan, bunga komplek rebutan semua kumbang. alasannya kau bisa menduga: karena ia lebih tampan.

ah, itu yang membuatmu kecewa. dunia pada akhirnya diukur fisik. semua kedalaman jiwa itu diabaikan total.

tapi kau juga sempat meraba dada. jangan-jangan salah menarik simpul. sahabatmu tetpilih mungkin karena ia ditemukan cinta. lalu kau pun memilih tenggelam. dalam kesibukan-kesibukan tak bertepi. semua kau coba, kau susuri
segala kerja, segala peluang.

hingga kau temukan tempatmu. dan anak majikanmu yang semula acuh
akhirnya melihat kualitas kedalamanmu. ia tak peduli pada rupamu
lalu kalian pun melangkah bahagia.

dan kau berkali meminta maaf pada Yang Atas. kau kini bisa menyimpulkan: cinta akan melihat hakikat(*)

Buat Dede dan kaka

rasa berdosa tak henti memburu
tiap kutatap kalian: kekurangan-kekurangan itu
ah, sungguh aku tak sengaja
membuat kalian begitu
sebagai ayah aku mau
yang terbaik buat kalian
tapi mungkin sedikit
alfa dan keteledoran
telah membuat kalian begitu
dan akan mebuat kalian
merana sepanjang hidup
ah, maafkanlah nak...(*)

Diudag Rasa Dosa

aya nu sumeleket
tiap kali ingat anjeun
nu teu walakaya
meureun itu rasa dosa

aya papaler
yen diri geus migawe
nu kudu dipigawe
tapi jauh jeroeun dada
aya pananya
nu teu anggeus-anggeus: naha bakti geus cukup?

rasa rumasa beuki kandel
mun inget baheula
basa anjeun bebeakan
keur ngahuapan kuring
kiwari kuring geus manjing
naha bet semua apilaian?

"ah, teu kitu
teu rumasa apilain
da lengkah kapan kacandet
rupa-rupa halangan"

panghibur diri nu butki
teu bisa mateni
rasa nu terus sumeleket
tiap inget ka anjeun
nu ngajoprak taya kawasa
ah...(*)

07 April 2009

Kesimpulan

sudah pasti kini
aku kembali di luar
di dalam orang melingkar,
mederas tuntas
aku terus meneriakkan hasrat
dalam hati
: terasing bukan karena bakat,
semata tak miliki keberanian(*)

Fragmen: Kedalaman Tak Terselami

sebuah pengakuan di jalan setapak. Pada obrolan dari tiga lelaki beranjak tua.
- ia begitu muda, begitu berbakat, bergitu hebat
+ ya, tapi aku melihat hal yang lebih aneh
- o, apa itu?
+ tuan muda kita. usianya belum 30 tapi lihatlah ia
saat melatih remaja berbakat kita.
selalu mampu menekan, selalu melihat celah, selalu melihat jalan
orang pertama terdiam. seperti merenungkan kata orang kedua.
= kukira itu betul. guru muda yang bisa mengasah remaja berbakat
hingga mengguncang jagad, sudah pasti luar biasa
irang pertama manggut-manggut.
langkah mereka terus mengayun menuju pergurun awan, tempat mereka sehari-hari bersemayam.
itulah perkumpulan baru. menyatukan orang-orang yang terusir atau kecewa. membentuk sebuah paguyuban silat yang kemudian menjelma jadi sebuah perkumpulan yang disegani.
diketuai seorang tua bijak berilmu tinggi. sedang wakilnya, sang menantu yang baru 27 tahun dan kain hari kian jelas bahwa ia memiliki kedalaman ilmu dan pengetahuan yang sangat sulit diukur.
ini tentang cerita pendekar tanpa tanding yang belum disadari dunia persilatan.(*)

Harap Membocah

harap yang membocah
menjerit menarik-narik
ingin lepas dari pegangan
mereguk fatamorgana
seolah niscaya
tapi kesadaran itu masih ada,
mengeratkan pegangan
mengerem langkah menunju lubang(*)

05 April 2009

Jelang Pemilu

janji yang diulang ulang
dan terus dingkari
semusim sekali
kita dibuat muak

kebebalan mereka
rakus merebutnya dari kita
hingga tak tersisa lagi
keyakinan itu
harapan itu
lalu putih terhampar dimana mana(*)

Hayal Hari ini

di depan layar kaca
udara mendadak direngkuh kabut
lalu setitik cahaya menjelma pusaran
membawaku jauh ke sana

hari ini menjelma pendekar muda
di negeri berjalan pedang
kukuh ditempa keadaan
masa depan cerah membentang
pada sebuah partai besar

petualangan
kedigjayaan
kepahlawanan
silih berganti mendatangi
jalan mudah, jalan sulit
jalan remang-remang
memnyodorkan nasib terang:
esok yang kian gilang gemilang

o, hidup yang menantang
di dalam sana
semua sempurna
sang pendekar selalu di depan
atasi masalah dan cobaan
dengan cerdik bermartabat

tapi ah lihatlah itu
kian lama cerita terangkai
kian datar dan hambar
hidup yang nyata
justru lebih menantang
karena kejutan-kejutan yang mencegatnya

hayal seperti ini
mungkin benar
kata cerdik pandai itu
hanya jalan lari
dari kenyataan pahit dan kecewa
ah....(*)

Indonesia

di negeri ini
lembar koran
berulang setiap hari
korupsi
perampokan
pembunuhan
aborsi

di tanah ini
hutan digunduli
danau diuruki
harapan disudahi
setiap hari

di sini
apatisme diternakkan
dirabuki kerakusan para petinggi

di bumi ini
akhir terasa begitu dekat(*)

Dan Begitulah

akhirnya begitulah
aku hanya tertawa
haru biru di dalam dada
kutumpahkan dalam ha ha ha....
kau selalu saja begitu
memberi kata kejutan
di tempat yang tak elegan:
di sadel butut, di laju keramian jalan
tapi ya begitulah engkau
seribu kali dinasihati
selalu kembali dan kembali lagi
maka aku pun tesenyum saja
biar kau bingung menebak nebak
padahal hatiku menghitung waktu: satu, dua, tiga
dan rasa tak lama lagi akhir itu kan tiba

pada ujungnya begitulah
jarak kian terasa antara kita
juga gamang juga ego
sempat aku tak peduli bila ini jadi akhir
kecuali terselip rasa kasihan buat dua yang terkasih
sempat pula kuurai kemungkinan lain: mengalah demi keutuhan
tapi semua hanya berputar, menjadi labirin
tanpa akhir yang pasti

pada akhirnya begitulah
kubiarkan mengambang
soal rumah atau apapun juga
akan selalu mengganggu kita
kembali dan kembali lagi
ku putusakan melangkah saja
mencoba melipat-lipat kesal
dan menyusunnya dalam lemari hati
sambil sabat menunggu esok seperti apa
sambil menanti kejutan lainnya
dari engkau

dan begitulah
aku tak akan terkejut
tak akan ada kecewa berlipatan
bahkan yang terburuk sudah pernah kuangankan
satu yang sudah pasti:
apapun antara kita
ku kan terus melangkah pasti(*)

03 April 2009

Setelah Lama di Jakarta

kulihat seorang bocah lusuh melolong
di bawah deras hujan di depan mall
seorang lelaki berpayung di sampingnya
berusaha menarik-narik tangannya
sempat kuhentikan langkahku
dan cetus itu langsung
mengusik hati:
"jangan-jangan ini penculikan
untuk dijadikan anak jalanan"

kusua seorang pria setengah baya
menyapa dengan manis budi
sangat akrab serasa sahabat lama
aku membalasnya dengan ragu
syak itu menyelip mengganggu
"jangan-jangan ia pura-pura baik
karena ada maunya?"

dalam penantian mengesalkan
di hadapan birokrasi
kulihat silih berganti tamu elegan
bertas besar datangi kepala bagian
curiga pun menyapa
"mungkin tas itu berisi amplop
sogokan untuk melicinkan proyek"

seorang tetanggaku mendadak sentosa
membangun rumah seperti tak peduli biaya
aku pun menjawil istri
"paling ia korupsi.
mana mungkin seorang pegawai negeri bisa begitu?"

setelah bertahun di kota ini
hari berganti, syak wasangka justru menjadi-jadi(*)

01 April 2009

Aku Kesal, Kau Heran

selalu dan selalu berulang: kesal yang pekat merampas semua hasrat dan keceriaan hingga hari pun berawal dan berakhir dengan murung

selalu juga serupa sebabnya: kau beri kabar, seolah biasa saja, bahwa ini hari buah hati kita harus kembali pergi mengungsi karena tiada yang menjaganya sementara kau dan aku sibuk kerja

kau selalu anggap biasa: menitip mereka pada kerabat dekat yang sudah terbukti telaten dan bisa membuat mereka terus tertawa apalagi kau pun dulu nyaman sentosa di tempat sama

kaupun selalu merasa takjub: apa pasal yang buat aku kesal dan menghancurkan hari dengan cemberut dan umbar amarah, toh banyak yang lain juga melakukannya

aku juga kerap heran: tapi aku tak bisa menghentikannya rasa itu terus saja datang dan datang mungkin karena ku tahu mereka telah hampir gagal membesarkan anak idaman, anak mereka sendiri
atau juga karena aku terlalu sayang dan khawatir pada anak2ku lantara aku sudah sering merasa betapa sakitnya melihat mereka sakit atau menderita....(*)