tanpa diundang bayangan itu datang
saat kau murka: tanganmu tinggalkan merah di pipi
itu pertama, dan terakhir, kusua kasarmu
karena aku berlarian di pelataran itu
: mesjid untuk dimuliakan, bukan untuk dihinakan
ah, tiba-tiba teduhmu begitu kurindu
saat aku kian kerepotan meredam amarah
saat hidup begitu berat untuk ditanggungkan
apa yang membuatmu tetap kukuh
waktu itu: saat beban tak henti menindihmu
apa yang membuatmu tetap tersenyum
ketika dunia tak ramah pada kita
aku mungkin harus pulang
dan mencari jawaban di gundukan pusaramu(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar