kota yang riuh terus susupkan sepi
ke dalam hati
yang ngangakan luka dan sesal
bunyian mesin, jerit manusia
menjelam simponi lirih
mengiring tetesan hujan
air mata di ladang tandus
gemerlap cahaya, pendar lampu
mengirimkan kabut
ke lereng perasaan: ngungun
ke setiap sudut mata mengarah
selalu muncul kelebatmu
tersenyum, lemparkan tatapan menuding
setajam belati
menggarmi luka dan sesal
bayangmu kian menajam
justru ketika waktu kian beranjak
seperti baru kemarin
kau memilih akhiri semua
di ujung kecewa menggunung
"silau dunia telah palingkanmu
dari cinta,"
tulismu dengan darah
dan air mata penghabisan(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar