Segalanya datang tiba-tiba. Mungkin sejak tiga bulan lalu. Aku tiba-tiba mabuk puisi: terus mencarinya setiap hari. Mencari bukunya di perpustakaan kantor, bahkan membeli beberapa.
Ada apa ini? Aku sendiri merasa heran. Dulu kuanggap puisi hanya sesuatu dari alam lain, sesuatu yang tak gampang dimengerti. Kala itu aku tak punya hasrat untuk menyibukan diri menelaah atau menikmatinya. Perhatian saat itu lebih banyak pada fiksi: cerpen atau novel.
Kini keadaanya justru terbalik. Cerpen kayaknya sudah makin aku tinggalkan. Di sela kesibukan susah sekali memaksa diri mengikuti cerpen yang kadang tidak pendek. Bila tidak benar-benar unik biasanya aku hanya membaca awal dan akhirnya. Kalau novel hingga kini aku masih rajim meminjamnya.
Dalam kesibukan yang kian menekan, puisi memang menjadi pilihan masuk akal. Ketertarikanku juga mungkin didorong sebab lain: hasrat memacu diri menjadi penulis lebih baik. Puisi kuanggap menjadi latihan cerdas menuju ke arah itu.
Sayang sejauh ini aku baru sebatas suka. Untuk membuatnya, ku belum bisa. Membuat yang benar, maksudku. Kalau hanya sekedar puisi yang luru, tentu gampang saha. Tapi puisi yang bagus tampaknya lebih seperti ini: menyimpan maksud dan rasa di balik kata-kata indah mempesona. Itu yang aku belum bisa menciptanya.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar